Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Seorang hamba selalu berada (dalam dua hal yaitu-red) berada dalam (lautan-red) nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang perlu ia syukuri; dan (atau-red) berada dalam (gelimangan-red) dosa yang perlu ia istighfari (mohonkan ampun). Dua perkara ini (syukur dan istighfar-pent) termasuk perkara yang (harus) selalu melekat pada diri seorang hamba, karena dia selalu bergelimang berbagai nikmat dari Allâh Azza wa Jalla , dan dia juga selalu perlu bertaubat dan istighfar” [Majmû’ Fatâwâ, 10/88]
ISTIGHFAR NABI
Oleh karena itu pemimpin seluruh manusia, imam seluruh orang-orang yang bertakwa, selalu beristighfâr di dalam seluruh keadaannya.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَاللَّهِ إِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
Demi Allâh, sesungguhnya aku beristighfârdan bertaubat kepada Allâh lebih dari 70 kali dalam sehari.” [HR. Bukhâri, no. 6307]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِى وَإِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِى الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
Sesungguhnya hatiku terkadang tertutup, dan aku benar-benar beristighfâr kepada Allâh 100 kali dalam sehari”. [HR. Muslim]
Bahkan sebagian sahabat pernah menghitung istighfâr Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam satu majlis mencapai 100 kali.
عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ يُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَقُومَ : رَبِّ اغْفِرْ لِى وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُور
Dari Nâfi’ Radhiyallahu anhu dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata : “Dalam satu majlis Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebelum beliau berdiri (meninggalkan majlis), pernah terhitung seratus kali beliau mengucapkan:
رَبِّ اغْفِرْ لِى وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُور
(Wahai Rabbku, ampunilah dosaku, dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi taubat dan Maha Pengampun). [HR. Tirmidzi, Abu Dâwud, dan Ibnu Mâjah]
Kalau Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja beristighfâr seperti itu, maka kita lebih sangat membutuhkan istighfar. Karena semua dosa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diampuni oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala , sementara dosa kita tidak ada jaminan ampunan. Oleh karena itu, marilah kita memperbanyak istighfâr dalam memohon ampunan Allâh Azza wa Jalla dan meneladani imam orang-orang yang bertakwa yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Allâh berfirman :
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا ﴿١﴾ لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata [yaitu perdamaian Hudaibiyah], Supaya Allâh memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus. [Al-Fath/48: 1-2]
Karena istighfâr merupakan kebutuhan mendesak bagi manusia, maka tidak aneh kalau Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya mensyari’atkan menutup berbagai amalan dengan istighfâr.
ISTIGHFAR SETELAH SELESAI MENUNAIKAN SHALAT MALAM
Allâh Azza wa Jalla berfirman memberitakan sifat-sifat orang-orang yang bertakwa :
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿١٦﴾الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
(Yaitu) orang-orang yang berdoa : “Ya Rabb Kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,” (Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allâh), dan yang memohon ampun di waktu sahur [sahur: waktu sebelum fajar menyingsing mendekati shubuh]. [Ali ‘Imrân/3: 16-17]
Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ﴿١٦﴾كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ﴿١٧﴾وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ﴿١٨﴾وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Sesungguhnya mereka (orang-orang yang bertakwa) sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Dahulu di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohon ampunan di waktu sahur (akhir malam sebelum fajar). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian [maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta]. [adz-Dzâriyât/51: 16-19]
Sebagian Ulama berkata, “Mereka menghidupkan malam dengan shalat, ketika waktu sahur (akhir malam sebelum subuh) mereka diperintahkan istighfâr”. [Majmû’ Fatâwâ, 10/88]
ISTIGHFAR SETELAH MENUNAIKAN SHALAT
Shalat merupakan amalan yang paling besar setelah syahâdatain (dua syahadat). Dalam pelaksanaan ibadah shalat harus memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun, dan kewajiban-kewajibannya. Lebih sempurna lagi jika dipenuhi hal-hal yang disunahkan di dalam shalat. Namun siapakah yang yakin bahwa dirinya telah menunaikan semua itu dalam shalatnya ? Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan dengan membaca istighfâr tiga kali setelah salam dari shalat wajibnya, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sebagai berikut :
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
Dari Tsaubân Radhiyallahu anhu dia berkata: “Jika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai melaksanakan shalat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam beristighfâr (meminta ampunan) tiga kali dan memanjatkan doa :
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
(Ya Allâh, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan.”
Walid berkata, “Aku bertanya kepada al-Auzâ’i, ‘Bagaimana (cara) beristighfâr (meminta ampunan)?’, Dia menjawab: ‘Engkau mengucapkan : أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ”
[HR. Muslim, no. 591; Abu Dâwud, no. 1513; Nasâ’i, no. 1337; Ibnu Mâjah, no. 928; Tirmidzi, no. 300]
Inilah yang dituntunkan oleh Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu beristighfâr setelah selesai shalat.
Namun kita lihat sebagian kaum Muslimin di zaman ini, begitu selesai menunaikan shalat, mereka langsung mengajak berjabat tangan orang-orang di sebelah kanan dan kirinya, tentu ini menyelisihi sunah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini.
Sementara sebagian lainnya, begitu selesai salam dari shalat, langsung melakukan sujud syukur, tentu ini juga menyilisihi sunah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini.
Hendaklah kita selalu ingat, bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
ISTIGHFAR SETELAH SELESAI MENUNAIKAN IBADAH HAJI
Bukan hanya di akhir shalat, ternyata istighfâr juga disyari’atkan di akhir menunaikan ibadah haji. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ﴿١٩٨﴾ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allâh di Masy’aril haram [di Muzdalifah], dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allâh sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (yaitu dari ‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allâh; sesungguhnya Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Baqarah/2: 198-199]
ISTIGHFAR SETELAH MENUNAIKAN AMANAH DAKWAH
Setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan risalah kepada manusia, berjihad membela agama Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benar jihad, dan melaksanakan perintah Allâh dengan sempurna, yang tidak ada seorangpun menyamai beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk beristighfâr, sebagaimana firman-Nya :
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ﴿١﴾وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا﴿٢﴾فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Apabila telah datang pertolongan Allâh dan kemenangan, dan kamu melihat manusia masuk agama Allâh dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. [an-Nashr/110: 1-3]
Dan perintah Allâh ini benar-benar dijalankan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya sebagai dzikir dalam shalat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Hal ini dikisahkan oleh istri beliau, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْكَلِمَاتُ الَّتِي أَرَاكَ أَحْدَثْتَهَا تَقُولُهَا قَالَ جُعِلَتْ لِي عَلَامَةٌ فِي أُمَّتِي إِذَا رَأَيْتُهَا قُلْتُهَا إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ
Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Dahulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum meninggal memperbanyak membaca doa :
سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
(Mahasuci Engkau, dan dengan memuji-Mu, aku meminta ampun dan bertaubat kepada-Mu).” Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, kalimat apakah ini yang aku baru saja melihatmu membacanya?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Telah dijadikan suatu tanda untukku dalam umatku, apabila aku melihatnya niscaya aku mengucapkannya, ‘Idza Ja’a Nashrullah wa al-Fath…hingga akhir surat’.” [HR. Muslim, no.747]
ISTIGHFAR SETELAH SELESAI MENUNAIKAN MAJLIS DAN SEMUA AMALAN
Semua keterangan di atas menunjukkan keagungan istighfâr. Bahkan selain itu, istighfâr ini dijadikan sebagai doa penutup majlis, juga sebagai doa di akhir semua amalan. Hal ini ditunjukkan oleh hadits-hadits berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا جَلَسَ مَجْلِسًا أَوْ صَلَّى تَكَلَّمَ بِكَلِمَاتٍ فَسَأَلَتْهُ عَائِشَةُ عَنْ الْكَلِمَاتِ فَقَالَ إِنْ تَكَلَّمَ بِخَيْرٍ كَانَ طَابِعًا عَلَيْهِنَّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَإِنْ تَكَلَّمَ بِغَيْرِ ذَلِكَ كَانَ كَفَّارَةً لَهُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah duduk di suatu majelis atau ketika telah selesai shalat maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan beberapa kalimat. Lalu ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kalimat-kalimat tersebut, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab; “Jika seseorang bicara baik maka itu sebagai stempel/tutup sampai hari kiamat dan jika dia bicara yang tidak baik maka itu sebagai kaffarat/penghapusnya. (Yaitu perkataan) :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
(Ya Allâh, Maha Suci Engkau dan segala pujian bagi-Mu. Aku mohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu).” [HR. Nasâ’i, no. 1327; dishahihkan oleh al-Albâni]
Inilah sedikit keterangan tentang istighfar, semoga bermanfaat bagi kita semua
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
ISTIGHFAR, PENUTUP SEMUA AMAL